Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (Ical) dan Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq mengaku dirinya merasa aman dengan Nahdlatul Ulama (NU).
"Saya merasa tenang dan nyaman berada di NU. Karena itu saya berharap NU berkembang di seluruh Indonesia seperti di Jatim," katanya di Surabaya, Selasa.
Ia mengemukakan hal itu saat berbicara dalam seminar memperingati Hari Lahir (Harlah) ke-88 NU yang digelar PWNU Jatim dengan pembicara utama KH Hasyim Muzadi (Rais Syuriah PBNU).
Seminar bertajuk "NKRI, Aswaja, dan Masa Depan Islam Nusantara" itu menghadirkan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Ketua Umum PBNU KH Said Aqiel Siradj, KH Noer Iskandar SQ (PPP), dan Ja`far Umar Thalib (Laskar Jihad).
Di depan ratusan pengurus NU se-Jatim, Ical mengaku gundah dalam kehidupan berbangsa yang penuh intrik dan fitnah serta kekerasan.
"Intrik, fitnah, dan kekerasan membuat hidup kita tidak enak, karena itu saya berharap NU menjadi penjaga bangsa, garda bangsa yang mengedepankan nilai-nilai agama sehingga NU menjadi perekat kemajemukan," katanya.
Senada dengan itu, Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menyatakan NU merupakan "jangkar persatuan" dalam kemajemukan masyarakat Indonesia dalam suku, budaya, bahasa, dan sebagainya.
"Kalau konsisten pada tradisi berpikir, NU akan menjadi pilar bagi eksitensi Indonesia, sehingga kita akan maju dalam politik yang diarahkan pada dua hal yakni kemajuan ekonomi dan karakter," katanya.
Sementara itu, Ketua Umum FPI Habib Rizieq mengaku NU adalah "rumah besar Aswaja" di dunia dan pimpinan NU adalah orang tua sendiri.
"Kami sangat mencintai NU, karena NU itu rumah besar kami dan pimpinannya adalah orang tua kami," katanya.
Oleh karena itu, ia mengajak NU dan para ulama untuk menjaga Indonesia dari intervensi pihak luar yang memasukkan aliran sesat dan pikiran liberal.
Tiga sumbangan NU
Dalam acara itu, Rais Syuriah PBNU KH Hasyim Muzadi selaku pembicara utama menegaskan bahwa tiga sumbangan besar NU yang telah diakui dunia adalah menata hubungan negara dan agama, mabadi khoiro umma (umat yang berkarakter baik), dan penguatan sipil.
"NU sudah dikenal dunia dengan menata hubungan negara dan agama dalam nilai-nilai, sehingga Indonesia bukan negara sekuler dan bukan negara agama, tapi agama dapat berkembang dengan baik," katanya.
Bahkan, nilai-nilai agama yang mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara membuat agama tidak sekedar ritual, tapi ada dalam kehidupan masyarakat secara damai.
"Karena itu kalau para pemimpin Indonesia mau mempertahankan NKRI, saya kira perlu membesarkan NU dan pesantren," kata pengasuh Pesantren Mahasiswa Al Hikam di Malang dan Depok itu.
Pandangan itu dibenarkan Guru Besar Universitas Paramadina Jakartam, Prof Yudi Latief.
"Islam secara politik di Indonesia memang kurang bernasib bagus, tapi Islam secara kekuatan sipil cukup bagus, sehingga aturan tentang zakat, pernikahan, perbankan, dan sebagainya juga menjadi aturan umum tanpa masalah," katanya.
Oleh karena itu, NU sebagai kekuatan sipil memiliki peran penting dalam menjadi moderasi kebangsaan dan kenegaraan hingga usianya yang ke-88 tahun.
Sementara itu, Ketua PWNU Jatim KH Mutawakkil Alallah menyatakan pihaknya menggelar seminar itu untuk meneguhkan komitmen parpol besar kepada Islam yang menjadi Rahmatan Lil Alamin.
"Kami juga ingin mendengar langsung pernyataan berbagai komponen Islam tentang Islam sebagai Rahmatan Lil Alamin, karena itu kami mengundang FPI, Ja`far Umar Thalib, PBNU, dan sebagainya," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar